Review Novel: The Rent Collector – Sang penagih sewa
Ulasan Novel: The Rent Collector – Sang penagih sewa
“kisah yang indah! Anugerah di tempat yang paling buruk”
Oleh: Spireads a.k.a Vhiipi_
📙 The rent collector (2019)
👩💻 Camron Wright
🏢 Mahaka Publishing / penerbit republika
📖 413 Halaman
The Rant collector adalah novel fiksi yang terinspirasi dari kehidupan nyata orang-orang yang tinggal disebuah tempat pembuangan akhir sampah bernama Stung Meanchey, Kamboja. Novel ini memenangkan beberapa penghargaan literasi terkemuka, membuktikan bahwa isi dari buku ini patut diacungi jempol dan menjadi daftar bacaan selanjutnya sesegera mungkin. Penulis mengambil tema dan latar yang tidak umum, terutama di dunia literasi Indonesia. Meski begitu, cerita dan perseteruan di dalamnya sangat relate pada kehidupan sehari-hari siapapun diluar sana. Kamboja sebagai latar tempat utamanya, dideskripsikan dengan baik berkat bantuan putra sang penulis. Dedikasi penulis pada novel ini sungguh luar biasa.
Seperti pada blurb di atas, novel ini menceritakan kehidupan Sang Ly beserta keluarganya ditempat pembuangan akhir sampah. Bau, kotor, sesak dan pengap, kelaparan yang tak terhindar, perseteruan dan preman, penyakit. Kehidupannya begitu keras sehingga saya bahkan tidak bisa membayangkan bahwa seseorang bisa tinggal dan hidup di tempat seperti itu. Lalu, sang penagih sewa, salah satu tokoh utamanya muncul dengan segudang rahasia dan kejutannya. Sang Ly serta keluarganya mendadak seperti sedang berpetualang ke dunia Uthopia ditengah-tengah distopia. Merasakan banyak perasaan baru yang tidak bisa dilukiskan oleh kata. Nah, tema dan konflik yang diangkat pada buku ini sangat menarik untuk diulas, kehidupan TPA dan penyakit Nisay, anak Sang Ly, yang tak kunjung sembuh dan buta huruf. Entah mereka beruntung karena masih punya tempat tinggal atau harus bersyukur setidaknya tak menjadi pengemis. Novel ini berisi banyak sekali kata dan variasi alur, sangat menarik karena disisipi cerita rakyat, sastra klasik dan puisi yang penyisipannya mengalir tanpa dipaksakan.
Kemudian, narasi dari sudut pandang orang pertama yakni, Sang Ly, sangat lugas dan tidak membosankan. Seperti bagaimana ia menjelaskan kondisi rumah/gubuk-nya yang pintunya terbuat dari terpal kanvas yang sewaktu-waktu dapat dibuka orang dengan mudah, serta kamar yang merangkap menjadi ruang tamu dan ruang keluarga. Juga bagaimana dia mendeskripsikan suasana melalui percampuran dialog dan narasi, seperti Ketika dia dan Ki Lim berdebat tentang memakai uang mereka yang tinggal sedikit atau tidak, sangatlah membantu pembaca merasakan ketegangannya. Begitupula dengan deskripsi waktunya yang sangat alami, meski tidak menyebutkan jam secara jelas, tetapi penggambaran waktu pagi dan malam melalui bulan dan matahari sangat bagus. Dengan pemilihan POV serta penjelasan latar/setting yang sangat tepat itu, maka konflik dan penyelesaiannya terjalin begitu rapi hingga akhir. Walau begitu, tetap saja ada beberapa pertanyaan dalam cerita yang timbul dan tidak mendapat jawaban. Selanjutnya, tokoh dan karakternya dihidupkan dengan baik. Terutama Sang Ly yang penyabar sekaligus bersemangat dalam belajar dan penagih sewa, Sopeap Sin yang keras, tegas dan pemabuk. Ki Lim sebagai suami Sang Ly juga digambarkan dengan jelas, dia adalah pekerja keras dan penyayang. Meski begitu dia tegas dan berpendirian teguh menjurus keras kepala. Ada pula Lucky fat, anak berusia kurang lebih 10 tahunan yang optimistis dan aktif. Serta Ibu Sang Ly yang cerdik, sepupunya dan beberapa tetangga lainnya yang saling bergantung satu sama lain.
Tata bahasa pada novel ini sesuai dengan PUEBI/EYD kebahasaan serta terjemahannya sangat rapi tanpa typo. Diksi dan metafora yang digunakan mudah dipahami dan seru untuk dibaca. Pembagian narasi dan dialog yang meski tidak seimbang, tetapi tidak mengganggu dan memuaskan pembaca dengan cara Sang Ly menjelaskan. Sedangkan dari segi cover, bagi saya terlihat sangat simple tetapi menggambarkan konflik utama dan inti cerita, serta warna cokelatnya yang pas dengan suasana sore Ketika Sang Ly pulang memulung, membuat saya merasa selalu ada keindahan ditempat yang bagi orang lain tak ada harapan. I’am respect, untuk semua yang terlibat dalam menghasilkan buku terjemahan ini.
and then …
Amanat yang penulis coba sampaikan terekam jelas dikepala saya dan konsisten hingga akhir. Dengan harapan dan usaha yang keras, semangat dan optimisme yang luar biasa, serta kekeluargaan dan kemanusiaan. Di manapun dan bagaimanapun, selalu ada anugerah yang indah selama kita mampu menyadari dan merasakannya. Toh, kita manusia.
Yang kira-kira …
Baiknya novel-novel dengan latar dan konflik seperti ini lebih banyak lagi diterbitkan. Agar membuat kita sadar akan betapa berharganya kehidupan dan harapan. Terutama bagi penulis-penulis Indonesia, bukan sastra yang berat, tetapi hanya cerita tentang kehidupan yang mudah dipahami, mudah didalami.
Komentar
Posting Komentar